Wednesday, January 25, 2017

Perbedaan Antara Adobe Photoshop vs Illustrator

Antara Photoshop & Illustrator

 perbedaan photoshop vs illustrator, perbedaan photoshop dan illustrator, fungsi photoshop vs illustrator, fungsi photoshop dan illustrator, apa bedanya photoshop vs illustrator, apa bedanya photoshop dan illustrator


Photoshop

Adobe Photoshop memang program yang amat memudahkan untuk modifikasi suatu gambar photo, dan konten lain. Media Graphic yg diciptakan dari Photoshop ialah Raster file atau bitmap, sehingga akan nampak seperti berlainan ketika diprinting. Semua itu terjadi karena komposisi media editingnya berupa pixel, yakni kotak-kotak campuran warna. Efeknya, jika di-resize hasilnya ialah kehilangan kualitas dari bentuk semula. Tetapi hal ini tidak menutup popularitas Photoshop itu sendiri dikalangan para pengguna Web Graphics, Photo Editing, dan Desain Grafis lainnya. Keuntungannya sebenarnya terletak pada kreatifitas penggunaan Filter & Tools, karena special effect ada disana.

Illustrator

Berbeda dengan Photoshop program yg satu ini dikenal sebagai salah satu Program Editing object Vector. Artinya bukan berbasis Pixel, akan tetapi Vector. Dalam penggunaan Vector khususnya di Illustrator sebuah garis itu dapat terhubung bukan dengan pixel tetapi dengan menggunakan algoritma tertentu sehingga pembuatan logo, dan object apapun dengan size berapapun tttap sama, tidak kehilangan kualitas yg berbeda.
Oleh sebab itu Illustrator sering dipergunakan untuk printing karena tidak terikat dengan resolusi. Kekurangannya ialah tidak banyak effect yg didapat berbanding photoshop jika yg diinginkan ialah modifikasi suatu object gambar.
Pada akhirnya, setiap desain grafis akan menggunakan keduanya pada saat yg dibutuhkan satu sama lain. Ketika menambahkan teks bisa saja dibubuhkan dengan Photoshop, dan untuk layout bisa saja digunakan dengan Illustrator. Bandingkan saja time yg digunakan dan juga hasil akhirnya, selamat mencoba!

perbedaan photoshop vs illustrator,
perbedaan photoshop dan illustrator,
fungsi photoshop vs illustrator,
fungsi photoshop dan illustrator,
apa bedanya photoshop vs illustrator,
apa bedanya photoshop dan illustrator perbedaan photoshop vs illustrator,
perbedaan photoshop dan illustrator,
fungsi photoshop vs illustrator,
fungsi photoshop dan illustrator,
apa bedanya photoshop vs illustrator,
apa bedanya photoshop dan illustrator

Wednesday, January 18, 2017

Langkah-Langkah Melakukan PHK dengan Alasan Efisiensi


Pada prinsipnya, perusahaan bisa melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) dengan alasan efisiensi.

Pasal 164, ayat 3 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, ..." Namun, ini tidak mudah dilakukan kalau tidak disertai bukti-bukti yang kuat.

Bila Anda merasa bahwa salah satu opsi terbaik untuk efisiensi adalah melakukan PHK, langkah-langkah berikut bisa membantu Anda.

Pertama, bacalah Undang-Undang Ketenagakerjaan (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003), khususnya Bab XII.

Bab ini, yang dimulai dari Pasal 150 sampai dengan Pasal 172, banyak membahas pemutusan hubungan kerja. Anda perlu memahami implikasi dari pemutusan hubungan kerja dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi.

Kedua, bacalah bab yang mengatur pemutusan hubungan kerja pada Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (bila serikat pekerja ada di perusahaan Anda).

Pada bab itu, biasanya, dijelaskan kondisi-kondisi yang harus ada sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja termasuk PHK dengan alasan efisiensi.

Ketiga, periksalah laporan keuangan perusahaan Anda; apakah ada indikasi merugi selama dua tahun berturut-turut.

Seperti yang tertulis pada Pasal 164 ayat 3 di atas, Anda hanya bisa melakukan PHK dengan alasan efisiensi bila perusahaan Anda merugi selama dua tahun bertutur-turut. Bila bukti ini tidak Anda miliki, Anda tidak akan mendapatkan izin dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).

Bila ada bukti yang kuat, Anda bisa melakukan pemutusan hubungan kerja setelah Anda melakukan berbagai macam cara untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian yang semakin besar.

Keempat, beritahukanlah kondisi perusahaan kepada karyawan Anda bila benar-benar perusahaan Anda merugi selama dua tahun berturut-turut; berikanlah informasi yang benar kalau memang perusahaan terus merugi.

Anda tidak perlu meyembunyikan informasi-informasi yang sesungguhnya dari pekerja. Pekerja bisa memahami kesulitan yang dihadapi perusahaan bila ada indikasi yang kuat perusahaan terus merugi. Anda bisa melakukan pemberitahuan ini melalui town hall atau surat tertulis. Namun, ada baiknya Anda memberitahukan secara langsung dan tertulis.

Bila Serikat Pekerja (SP) ada dalam perusahaan Anda, beritahukanlah hal ini kepada pengurusnya atau kepada perwakilan pekerja bila SP tidak ada.

Kelima, mintalah izin dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Industrial untuk melakukan PHK.

Ini perlu Anda miliki. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003, Pasal 152, izin ini harus diperoleh perusahaan sebelum melakukan PHK dengan karyawan; bila tidak ada, perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja.

Untuk membantu Anda, berikut adalah isi Pasal 152:
"(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.

(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).

(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan."

Keenam, hitunglah uang pesangon dan uang penghargaan karyawan sesuai dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 atau Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

Pada beberapa perusahaan, komponen uang pesangon ini terdiri dari gaji pokok, tunjangan hari raya, tunjangan kesehatan, dan tunjangan lain yang diberikan secara menetap.

Ketujuh, mintalah karyawan menandatangani dokumen ('Mutual Consent') sebagai bukti bahwa karyawan Anda mau menerima PHK.

Dokumen ini biasanya memuat informasi bahwa karyawan menerima PHK, jumlah pesangon yang akan diterima, tidak membocorkan informasi perusahaan yang bersifat rahasia, dan tidak akan menuntut balik perusahaan di kemudian hari bila ada kekeliruan dalam perhitungan pesangon dalam proses melakukan PHK.

Kedelapan, mintalah karyawan untuk mengembalikan semua barang milik perusahaan yang dipakai karyawan selama ini.

Misalnya, komputer, kalkulator, kartu pegawai dan barang lain yang menjadi milik perusahaan.

Kesembilan, persiapkanlah 'Testimonium' (Surat Keterangan Pernah Bekerja) untuk karyawan Anda.

Surat ini biasanya memberikan informasi bahwa karyawan Anda pernah bekerja. Cantumkanlah prestasi kerja karyawan Anda selama ia bekerja pada perusahaan Anda.

Surat ini akan diperlukan oleh karyawan sebagai dasar untuk meminta uang Jamsostek (Jaminan Sosial dan Kesehatan), dana pensiun, dan keperluan lain termasuk untuk melengkapi curriculum vitaenya bila karyawan melamar ke perusahaan lain di kemudian hari.

Kesepuluh, buatlah acara perpisahan dengan karyawan Anda dan berikanlah cinderamata untuk karyawan Anda.

Ini bisa menjadi satu kenangan yang indah buat mereka; jalan hidup seseorang bisa jadi lain hanya karena acara perpisahan seperti itu. Doakan jugalah agar karyawan Anda mendapat pekerjaan baru dalam waktu yang tidak begitu lama.

Itulah beberapa langkah yang perlu Anda pertimbangkan sebagai Manajemen perusahaan, sebelum melakukan PHK dengan alasan efisiensi, yang mungkin bisa terjadi pada perusahaan Anda.

Tanya : Surat Keterangan Kerja dari Perusahaan



Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Memberikan Surat Keterangan Kerja?


Saya bekerja selama 10 tahun 9 bulan dengan jabatan terakhir senior supervisor. Saya mengajukan surat resign 30 hari sebelum dari tanggal resign dan tidak diberi tanggapan atas surat saya. Ketika sudah 30 hari, saya sudah tidak aktif lagi di perusahan tersebut. Ketika saya menuntut surat keterangan kerja, perusahan tidak membuatkan surat tersebut dengan alasan untuk posisi saya surat resign harus diterima 60 hari sebelum tanggal resign saya. 
1. Dalam hal ini apa bisa saya menuntut surat keterangan kerja kepada perusahaan? 
2. Langkah apa yang ditempuh bila perusahan tetap menolak membuat surat keterangan kerja tersebut? 3. Surat keterangan kerja tersebut untuk proses pencairan dana Jamsostek dan apakah bisa proses pencairan dana jamsostek tanpa surat keterangan kerja? Terima kasih atas bantuannya Bapak/Ibu sekalian. Salam Wahyu.

Jawaban :


Pertama-tama saya ingin klarifikasi, apa yang Saudara maksud dengan “surat keterangan kerja”. Apakah surat pengalaman kerja, ataukah surat pemutusan hubungan kerja. Oleh karenanya, saya mencoba menjelaskan keduanya secara ringkas, sebagai berikut:

1.    Lazimnya, yang dimaksud surat keterangan kerja, adalah surat pengalaman kerja (experience letter), atau dalam Pasal 1602z Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) disebut “surat pernyataan” berkenaan dengan berakhirnya hubungan kerja seseorang karyawan (pekerja/buruh).
Surat pernyataan “pengalaman kerja” tersebut, memuat keterangan mengenai sifat pekerjaan yang pernah dilakukan, lamanya hubungan kerja berlangsung, dan bagaimana karyawan melakukan pekerjaannya, serta apa sebab/alasan pengakhiran hubungan kerjanya.
Surat pernyataan ini sangat dibutuhkan, antara lain guna menjadi bahan pertimbangan untuk mencari atau memperoleh pekerjaan di perusahaan lain. Selain itu, bisa juga untuk uji kompetensi guna memperoleh sertifikasi kompetensi kerja sesuai pengalaman dan bidangnya [vide Pasal 18 ayat (3)Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – “UU 13/2003”].
Berkenaan dengan surat pengalaman kerja dimaksud, saat ini undang-undang tidak lagi mengaturnya seperti layaknya dalam Pasal 1602z KUH Perdata. Namun, merujuk pada ketentuan Pasal 1602zKUH Perdata tersebut, tentu tidak ada salahnya jika para pihak memperjanjikan dan mengaturnya dalam peraturan perusahaan atau dalam perjanjian kerja bersama, maupun dalam perjanjian kerja.
Jika pemberian surat pengalaman kerja dimaksud tidak diperjanjikan, maka tentu Saudara agak sulit untuk memintanya. Namun demikian, semestinya Saudara dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman serta keperluannya agar Saudara bisa memperolehnya dengan cara yang baik dan bijak.

2.    Apabila yang Saudara maksud “surat keterangan kerja“ adalah surat keterangan mengenai pemutusan hubungan kerja atau “surat pemutusan hubungan kerja” (surat-PHK), maka menurut saya,surat ini seharusnya dan seyogyanya diberikan oleh setiap pengusaha yang melakukan pemutusanhubungan kerja (“PHK”) terhadap karyawannya, baik karena kehendak si pengusaha atau permintaan karyawan sendiri, atau terjadi PHK demi hukum. Kecuali PHK yang atas dasar putusan / penetapan pengadilan.
Sebagaimana ditulis oleh Prof. Iman Soepomo, S.H. dalam bukunya Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja (hal. 162 dan 171), bahwa dalam teori PHK, ada 4 (empat) golongan alasan PHK, yakni:
a.    hubungan kerja yang putus demi hukum;
b.    hubungan kerja yang diputuskan oleh pihak buruh;
c.    hubungan kerja yang diputuskan oleh pihak majikan;
d.    hubungan kerja yang diputuskan oleh pengadilan, terutama berdasarkan alasan penting (gewichtige-reden, Pasal 1603v KUH Perdata);

Selanjutnya disebutkan oleh Prof. Iman Soepomo, S.H., bahwa buruh berhak memutuskan hubungan kerja (PHK) secara sepihak tanpa persetujuan majikan. Artinya, salah satu alasan PHK seorang karyawan adalah PHK yang diputuskan sepihak, yakni atas kehendak pihak karyawan sendiri, dan ini memang adalah hak karyawan untuk memutuskan hubungan kerja.Ketentuan mengenai PHK secara sepihak tersebut,  dalam Pasal 162 UU 13/2003 dikenal dengan istilah mengundurkan diri atas kemauan sendiri (resignation atau resign).
Dalam Pasal 162 ayat (3) UU 13/2003 disebutkan, bahwa pekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, harus memenuhi syarat:
a.    mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b.    tidak terikat dalam ikatan dinas;
c.    tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Dengan demikian tidak salah Saudara menyampaikan surat resign 30 (tiga puluh) hari sebelum berhenti bekerja secara total, dan bukan 60 (enam puluh) hari kalender sebagaimana yang diminta oleh pihak manajemen perusahaan.
Yang paling penting dan mungkin terkait dengan permasalahan Saudara adalah ketentuan dalamPasal 3 ayat (2) jo. Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, bahwa salah satu hak pekerja/buruh yang di-PHK atau berakhir hubungan kerjanya, adalah hak atas Jaminan Hari Tua atau “JHT” (yang Saudara istilahkan dengan dana Jamsostek).
Untuk memperoleh “dana Jamsostek” JHT dimaksud, berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dikatakan, bahwa dalam hal tenaga kerja berhenti bekerja (PHK) sebelum mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, dan mempunyai masa kepesertaan serendah-rendahnya 5 (lima) tahun, (yang bersangkutan) dapat menerima JHT secara sekaligus. Dengan ketentuan, JHT dimaksud dibayarkan setelah melewati masa tunggu selama 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat tenaga kerja yang bersangkutan PHK (berhenti bekerja). 
Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (1) huruh b Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Per-12/Men/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“Permen 12/2007”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Per.06/Men/III/2009 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Permen 12/2007, disebutkan bahwa salah satu syarat yang perlu dilampirkan untuk mengajukan permintaan pembayaran JHT kepada Badan Penyelenggara (saat ini BPJS Ketenagakerjaan) adalah surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau penetapan pengadilan hubungan industrial, disamping Kartu Peserta Jamsostek (KPJ) asli dan Kartu Identitas (foto copy Kartu Tanda Penduduk/Surat Ijin Mengemudi dan Kartu Keluarga) yang masih berlaku.
Dengan demikian, surat keterangan pemberhentian bekerja yang Saudara sebut dengan istilah “surat keterangan kerja” sangatlah penting sebagai salah satu syarat untuk memperoleh “dana Jamsostek” JHT seperti yang Saudara maksud. Oleh karena itu upayakanlah dan jelaskanlah mengenai ketentuan Permen 12/2007 tersebut kepada manajemen Perusahaan, agar Saudara bisa memperoleh “dana jamsostek” JHT yang menjadi hak Saudara.
Dalam kaitan itu, Saudara bisa menjelaskan dan memberikan pengertian, atau menegaskan, bahwa apabila Pengusaha tidak memberikan surat keterangan pemberhentian bekerja (surat-PHK), maka tentu Saudara belumlah dianggap telah di PHK. Jika demikian, maka suatu saat Saudara sebagai karyawan bisa saja masih dapat menuntut hak-hak Saudara dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut, termasuk hak upah dan hak “pesangon” serta hak-hak lainnya yang timbul dalam hubungan kerja.
Sebagaimana diketahui, bahwa ketentuan mengenai kadaluarsa dalam Pasal 96 UU 13/2003 sudah dinyatakan “dicabut” dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat oleh Mahkamah Konstitusi melalu Putusan MK Registrasi Perkara Nomor 100/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2012. Dengan demikian sewaktu-waktu Saudara bisa menuntut hak-hak dimaksud jika Saudara memang belum dinyatakan PHK dengan suatu surat pernyataan PHK apapun (dari Direksi).
Selain itu, kiranya perlu saya jelaskan, bahwa bilamana Saudara masih akan atau telah bekerja di perusahaan lain, dan jika tidak terlalu mendesak mencairkan dana jamsostek JHT, tentu tidak perlu Saudara mengurus surat keterangan PHK dimaksud. Karena kepesertaan dalam program JHT Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) otomatis berlangsung secara berlanjut dan jumlah iurannya tetap diakumulasi perhitungannya sampai Saudara mencapai batas usia 55 (lima puluh lima) tahun [videPasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja].
Dengan perkataan lain, kalau perusahaan tempat Saudara bekerja tersebut tetap bersikeras tidak memberikan surat PHK, dan Saudara akan bekerja di perusahaan lain, maka hemat saya Saudara tidak perlu mengejar-ngejar untuk “ngotot” meminta “surat-PHK”. Karena yang diperlukan nantinya adalah surat ketarangan PHK yang terkahir guna pencairan “dana jamsostek” dimaksud.

Mengapa dan Apa Keuntungan Sertifikasi Kerja?

Sertifikasi Kompetensi Kerja Memberikan Keuntungan Bagi Perusahaan dan Pemegangnya



Setelah terbitnya UU Ketenaga Kerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dilanjutkan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan  PP 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi tenaga kerja di berbagai sektor industri semakin meningkat.
BNSP melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang didukung oleh Pemerintah, Asosiasi Industri, Asosiasi Profesi, Lembaga Diklat Profesi  dan masyarakat di bidang ketenagakerjaan semakin berkembang  dalam meningkatkan pelaksanaan sertifikasi kompetensi tenaga kerja di masing-masing sektor, hal ini memberikan dampak positif dengan  meningkatnya daya saing dan produktivitas tenaga kerja.
Mengapa sertifikasi kompetensi kerja diperlukan? Sertifikasi kompetensi kerja adalah merupakan suatu pengakuan terhadap tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja sesuai dengan standar kompetensi kerja yang telah dipersyaratkan, dengan demikian sertifikasi kompetensi memastikan bahwa tenaga kerja (pemegang setifikat) tersebut terjamin akan kredibilitasnya dalam melakukan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Apa keuntungan sertifikasi kompetensi ? Sertifikasi Kompetensi jelas akan mempengaruhi dan memberikan jaminan baik terhadap pemegangnya ataupun pihak lain.
Berikut beberapa keuntungan sertifikasi kompetensi:
1.       Bagi Pencari Kerja yang mempunyai sertifikat kompetensi
a.     Kredibilitas dan kepercayaan dirinya akan meningkat
b.     Mempunyai bukti bahwa kompetensin yang dimiliki telah diakui
c.     Bertambahnya niali jual dalam rekrutmen tenaga kerja
d.     Kesempatan berkarir yang lebih besar
e.     Mempunyai parameter yang jelas akan adanya keahlian dan pengetahuan yang dimiliki

2.       Bagi Karyawan di tempat kerja yang telah bersertifikat
a.     Jenjang karir dan promosi yang lebih baik
b.     Meningkatkan akses untuk berkembang dalam profesinya
c.     Pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki

3.       Bagi Perusahaan / Tempat Kerja
a.     Produktivitas  meningkat
b.     Mengurangi kesalahan kerja
c.     Komitmen terhadap kualitas
d.     Memudahkan dalam penerimaan  karyawan
e.     Mempunyai karyawan yang berdaya saing, terampil  dan termotivasi


By. Senggono – ketua AAKI